9.26.2008

Cerita dari Bioskop 21


Berbagai decakan kagum yang menghiasi ruangan bioskop 21 Mall ratu Indah sesaat setelah menyaksikan film laskar Pelangi. Dibalik decakan kagum itu diantarnya terlontar dari wajah yang masih sembab dengan air mata. Merka kagum dengan film garapan Riri yang diangkat dari novel best karya Andrea hirata.

Saat itu hadir pula calon walikota Makassar nomor urut tiga. Memang di salah satu programnya adalah peduli pendidikan, dan di film inilah berbicara tentang pendidikan. Bahkan calon walikota inilah yang membayar tiket untuk seratus orang, yang terdiri dari guru, siswa dan wartawan.

Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari film berdurasi 120 menit itu. Dan hal yang paling menarik bagiku adalah perkataan pak Har, “ Memberilah sebanyak-banyaknnya dan jangan mengharap sebanyak-banyaknya.” Walaupun filmnya tidak seperti yng kubayangkan, tapi aku sudah sedikitpuas karena pesan moralnya sudah tersampaikan.

Buat bang Andrea Hirata. Kami tunggu novel selanjutnya untuk di filmkan. Sukses!!

Takbir Sang Pemabuk


Jarum jam menunjukkan jam setengan satu dini hari, saat aku menuju kios makanan untuk membeli makanan sahur. Sambil menunggu pesanan dengan menikmati teh hangat aku sesekali melongokkan kepala lewat jendela, menikmati hembusan angin malam. Tiba-tiba terdengar suara takbir yang begitu merdu, awalnya saya kira suara itu berasal dari TV. Tapi waktu kumenoleh ke arah kotak ajaib itu, yang kudapat hanyalah gambar artis yang selama ini mengandalkan goyangan mautnya. Jijik! Seorang perempuan yang mengumbar aurat di depan ribuan mata yang sedang melototinya. Namun ia bangga!

Kupicingkan telingaku, suara itu makin dekat. Tapi takbir yang tadinya merdu kini mulai tak karuan. Takbir yang disertai dengan suara ngakak. Dan mataku menangkap sosok berbaju hijau muda, celana jeans dengan sarung melingkar di lehernya. Jelas-jelas dia meneguk minuman dari botol yang tergenggam erat di tangannya.Aku melihatnya sambil geleng kepala. “ besok lebaran. Hore…..sahur…sahur….buka…buka…ye…ye….makan…ketupat. ayo minum….” Teriaknya kepadaku yang sudah memacu kendaraan roda dua.

Jeritan warga Karuwisi

Siang itu matahari cukup menyengat, tapi bukan karena itu aku menjadi gerah. Melainkan sebuah berita yang membuatku bungkam. Empat puluh warga miskin makan nasi aking di Karuwisi. Aku tersentak. Hati nuraniku terpanggil sekaligus dipertanyakan. Adakah hati ini masih bisa merasakan penderitaan sesama? Sungguh!

Namanya Nursiah, perempuan paruh baya asal Mamuju. Wajahnya tampak malu saat kamera disorotkan kearahnya. Sambil menggendong anaknya dia mulai bercerita tentang kehidupannya di Makassar sejak beberapa tahun yang lalu.

Nursiah namanya, ibu dari enam anak. Tiga diantaranya sudah menghadap sang pencipta. Dengan wajah yang pucat dia melanjutkan kisahnya. Hidup di Makassar sangat membutuhkan perjuangan, mengingat dirinya hanyalah seorang pendatang dari jauh. Dari mamuju.

Saat ditanya, apakah dia tidak mau pulang kampung saja untuk kehidupan yang lebih baik? Perempuan berumur empat puluh tahun itu tersenyum. “ Bagaimana mau pulang, sewa mobil itu mahal apalagi untuk satu keluarga. Dan buat apa juga pulang, di kampung sudah tidak ada apa-apa. Semua barang di sana sudah dijual untuk biaya operasi waktu saya sakit.” Ungkapnya polos dengan senyum getir.

Tentang pemberitaan nasi aking, perempuan bermata sipit itu mengakui hal tersebut, “ Yah mau diapa lagi, kita Cuma rakyat kecil yang miskin.” Ucapnya sambil mengelus rambut anak perempuannya. Anak berambut ikal itu lagi sakit. Sakitnya parah, kalau anak itu buang air besar maka yang keluar disertai dengan nanah. Sang anak hanya merengek sambil menggigit jari kelingkingnya.

Bukan hanya Nursiah yang mengalami hal itu. Ada empat puluh kepala kelurga yang lain merasakan hal yang sama. Mereka mengaku tidak diperhatikan oleh pemerintah. Tetangga Nursiah mengungkapkan bahwa mereka biasa hanya makan sekali dalam sehari, itupun dengan nasi yang sudah dikeringkan lalu dimasak kembali. “ yah sisa nasi kami keringkan, atau kami biasa mencari sisa nasi dari restoran lalu kami keringkan.” Tuturnya.

Tentunya kejadian ini begitu memilukan. Apalagi di bulan suci Ramadan ini. Percuma rasanya ritual sebulan penuh ini, jika kita belum peka terhadap hal yang seperti ini. Bukankah puasa mentarbiyah kita unntuk merasakan penderitaan mereka?

Tak pernah disangka di balik bangunan yang mewah di sepanjang jalan urip sumoharjo terpampang pemukiman yang kumuh. Ternyata di balik gedung mewah yang menjulang ada pemandangan yang begitu memilukan. Dimana pemerintah? Adakah dia menjalankan amanah yang yang telah diberikan kepadanya. Ataukah dia hanya pencuri suara rakyat dan setelah itu bermegah dengan jabatannya. Mana janjimu pemerintah yang terhormat?

Dan yang menggelitik menurut penulis adalah, tempat dimana ada warga yang makan nasi aking sejak tiga tahun terakhir ini adalah kawasan salah satu calon walikota. Stiker mereka banyak tertempel disekitar tempat itu, bahkan di rumah Nursiah. Wajah yang tersenyum dengan hiasan janji-janjinya tertempel di pintu rumah Nursiah. Buktikan kalau kamu memang calon pemimpin yang baik! Kita tunggu saj berita selanjutnya. Mungkin pemukiman kumuh itu segera terganti dengan bangunan yang mewah. Lalu kemana Nursiah akan pergi berteduh? Kalau itu terjadi maka saya lah orang pertama yang mengatakan pemerintah kejam!

Muallaf dari Tator

Ahad, 21 september adalah hari yang begitu berharga bagiku. Hari dimana aku bisa belajar banyak dari anak-anak panti asuhan. memoar ini akan terus kuingat. Aku bertemu dengan anak yang membuat air mataku hampir menyeruak. Setelah mendengar tentangnya, hatiku merasa sangat sedih. Dan sisi kemanusiaanku terpanggil untuk mengetahui tentang anak itu lebih banyak.

Namanya Lidya Octavia. Aku mengenalnya saat anjangsana FLP Unhas ke Panti Asuhan cendikia, Antang. Saat itu dia terpilih menjadi juara tiga dalam lomba menulis yang diadakan sebagai pelengkap acara. Dia baru kelas tiga SD. Aku tertarik mengenalnya lebih jauh. Bagiku tulisannya tidak terlalu menarik tapi yang membuatku kagum adalah, dia bisa menghayati tulisannya sampai-sampai dia menangis saat membacanya. Bukan hanya dia yang menangis, ada beberapa akhwat yang saat itu ikut menitikkan air mata. Begitu mengharukan, semua yang mendengarnya terdiam. Hening…! Hanya suara tangis lidya yang terdengar.

Lidya adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Saat ini dia masih kelas tiga SD, adik-adiknya yang juga tinggal di panti itu belum duduk di bangku sekolah. Dewi, adiknya baru berumur lima tahun, sedangkan yang paling bungsu, namanya Mey baru berumur dua tahun. Dan ternyata mereka ini anak yatim asal Tator. Dan yang mengejutkan buatku, mereka dulunya beragama nasrani. Walaupun sebenarnya mereka belum pantas menyandang title umat nasrani karena mereka belum berusia baligh. Saat ayah mereka meninggal, tante lidya membawa keponakan-keponaknnya ke Makassar lalu dimasukkan ke panti itu.

Hari itu aku belajar banyak dari anak panti. Bukan hanya dari Lidya, Dewi dan juga Mey tapi mereka semua menjadi murabbiku saat itu. Semoga ada waktu untuk bertemu kembali.

9.13.2008

Team Yang Solid

Tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa aku akan bertemu dengan saudara seiman di KLIK PKS. Bermula saat ka Liez menelponku dan meminta kesediaanku untuk menjadi master of trainer di sebuah traning jurnalistik yang diadakan oleh DPW PKS. kaget juga sih apalagi saya tidak punya skil dibidang itu. Tapi aku memberanikan diri dengan segala kemampuan yang ada, teringat kata murabbi, " hidup ini tak akan mengasihani orang yang pesimis, jadi optimislah. dan berbuatlah apa yang kau bisa untuk dakwah ini." maka aku pun menerima tawaran itu.

Dan acara pun berlangsung, pesertanya semua dari daerah-daerah. Yah...aku sadar bahwa aku tidak memberikan yang terbaik bahkan jauh dibawah standar, tapi itulah kemampuanku. setelah training aku pun langsung jadi anggota KLIK PKS. dengan berbekal secuil ilmu tentang dunia jurnalistik yang kudapat dari training jurnalistik yang diadakan KAMDA ( Kammi Daerah ), maka aku berani terjun ke dunia itu. aku memang suka menulis. berbagai macam tulisan telah tercipta dari tanganku, walaupun masih sangat sederhana dan sangat amburadul. dan tentang penulisan berita, aku punya pengalaman di kampus, selain menjadi pemred syaamil ( Media Kampus ) aku juga merangkap sebagai wartawannya. jadi...dikit-dikit bisalah.

Dan tibalah saat itu, ketika team KLIK mulai bekerja mengemban amanah. Saat itu pula aku mulai mengenal banyak sosok yang menurutku semuanya unik. ada ka' Marini yang biasa disebut sang editor dan yang paling kocak. he..he..afwan kak! ka' Dewi sang ummu media, bosnya team buletin. ka' Ayas dan ka' Early sang layouters. ka' Ilho jagonya desain website, ka' Liez sang reporter, ka'Zoel jagonya bikin film. dan masih banyak yang lain, ka' Ima, ka' mustaim, dan yang paling seru adalah ka' Ijul. yah ini dia nih...beliau tuh pemred KLIK, tubuhnya besar sebesar ghirah yang dipunya. Dari wajahnya terpancar ghirah akan kebangkitan islam. dari wajahnya yang tampak lelah selalu saja menebar wajah ceria. hem..saya sendiri merasa sangat asyik bekerja bersama team ini, menurutku team ini adalah team yang paling solid sedunia. Team yang mendahulukan ukhuwah dan melempar semua ego yang ada. semoga kejayaan islam bisa yang akan tercipta salah satunya lahir dari tangan-tangan kami.

Sang Jurnalis Cilik Telah Lahir

Siang itu matahari begitu menyengat, terlihat tukang becak yang melintas di jalan Samratulangi tak henti-hentinya mengusap peluh di wajahnya dengan handuk putih yang terlihat dekil. pejalan kaki pun mempercepat langkahnya, tampak matanya menyipit sebagai ekspresi menahan terik sang raja siang yang seolah memanggang kulit. Di tempat lain tepatnya di ruang media, walaupun agak sedikit gerah karena AC yang tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Tapi perasaan penghuninya begitu adem dan berbunga-bunga setelah mendapat berita tentang kelahiran anak ke dua pimpinan redaksi Klik PKS. berita itu lebih menyejukkan dari pada hembusan AC, berita itu menjadi penyemangat bagi kami yang telah seharian mengerjakan persiapan Mukernas. Rasa lelah itu hilang bersama lantunan tasbih yang mengalun di ruang media, hati pun sejuk dan berlonjak girang.

Sekertaris DPW yang akrab dipanggil pak Udin itu pun bergegas mengajak kami untuk mengunjujngi ka' Ijul. Wajah pak Udin yang tak lain adalah sahabat karib ka' Ijul sangat cerah mengisyaratkan kegembiraan yang tak terkira. sebuah bingkisan menggelantung di tangan kanannya, bingkisan cinta buat sahabatnya. Dengan segunjing senyum, salah seorang Kliker nyeletuk, " Sang jurnalis cilik telah lahir."

sesampainya kami disana, wajah yang begitu ceria pun menyambut kami. di balik wajahnya yang ceria itu sebenarnya ada kelelahan yang sangat, mungkin karena kerja- kerja dakwah yang begitu menguras tenaga. Tapi itu tertutupi oleh kegembiraan atas lahirnya putra ke duanya. Kini calon mujahid telah lahir disambut oleh harapan orang tua tercinta. Semoga dia akan menjadi salah seorang pelopor kejayaan islam, semoga bayi mungil ini kelak menjadi penyejuk mata bukan hanya pada orang tuanya, tapi bagi seluruh mahluk ciptan sang khaliq. salam cinta untukmu sang mujahid mungil, semoga kelak kamu bisa mewarisi kesshalihan sang ayah, seperti Ismail dan Ibrahim. semoga kamu bisa menjadi amal jariyah bagi orang tuamu amin!! "title="baca lebih lengkap..."> baca lengkapnya

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template