Burung yang sedari pagi terbang mencari rejeki kini kembali ke sarangnya dan berdzikir padaNya, saat itu pula kata perpisahan kuucap di depanmu sambil menunduk, tak berani menatapmu. Seolah jiwaku runtuh, persendianku terlepas, ada bulir bening yang mengintip. Aku menahannya, mencoba kuat. Mendengar ucapanku kau kaget seraya bertasbih, tasbih kau ulang beberapa kali membuat aku mendonggakkan kepala, kutaatap matamu, kenapa matamu memerah? Wajahmu juga memerah? Sedang bibirmu masih bertasbih. Aku kembali menunduk.
Kau mengusap punggungku sambil memberi nasihat agar aku kuat di medan dakwah yang mungkin akan terjal, bagaikan sang ayah memberi nasihat kepada anaknya, dan sekujur tubuhku merasakan kedamaian dan keharuan. Aku tak berani menatapmu, tetap menunduk tidak kuat. Air bening itu semakin deras terjangannya, namun masih kucoba untuk membendungnya.
“Aku pasti akan merindukan nasihatmu dan wajah teduhmu,” ucapku mencoba menatap dengan segunjing senyum, senyum yang sakit! Kau memalingkan wajah, matamu berkaca kembali kau mengucap tasbih. Kau tak menatapku lagi, yang kulihat hanya punggungmu yang semakin menjauh.
Tangisku masih tertahan sampai kau hilang dari pandangan, setelah itu pertahananku bobol tak kuat menahan beban. Bulir bening itu berjatuhan, Ya Allah… Semoga Engkau menguatkanku di jalanMu. dan lindungilah dia yang telah kuanggap sebagai murabbiku. Amin yaa Rabb. Yah aku pasti akan merindukan nasihat da wajah teduhnya.
Kamis 20 Agustus 09
0 komentar:
Posting Komentar