Oleh: Munawir Syam
Bosan mendengar kata demo anarkis yang kerap kali terjadi di kampus-kampus. Apalagi di Makassar, dan ini semakin memperkuat imeg bahwa orang makassar itu galak dan anarkis. Masih teringat beberapa bulan yang lalu, bentrok terjadi di sebuah kampus yang di kenal dengan universitas islam di Makassar. Dan bentrok ini menghilangkan nyawa seorang mahasiswa universitas tersebut. Harusnya sebagai mahasiswa yang kuliah di untiversitas islam mereka mengerti akan adab dan kesopanan, tapi toh ternyata parah. Bahkan pertumpahan darah lah yang terjadi.
Di tempat lain, mahasiswa mendemo dosennya. Tentunya saat itu keluarlah kata-kata yang tidak pantas dikeluarkan oleh mahasiswa kepada dosennya. Bukankah mencela atap rumah seorang guru itu termasuk dosa apalagi mencela dan menghujat personnya. Bagaimana bisa ilmu yang kita dapat di perkuliahan bisa berberkah kalau kita durhaka kepada muallim kita. Sungguh miris melihat tingkah pelajar saat ini.
Namun tidak semua kampus seperti itu, disini ada sebuah kampus hijau dan kecil. Belum dilirik oleh siapapun, mahasiswanya juga masih sedikit. Disini tidak ada kata BENTROK, tidak ada kata DEMO DOSEN. Kami mengedepankan musyawarah dengan dosen apabila ada yang kebijakan yang kurang berkenan di hati mahasiswa, dan dosen juga legowo menerima kritikan dari mahasiswanya karena dengan cara ini mereka merasa dihargai.
Kampus kecil itu akan segera bangkit menjadi sebuah kampus besar, dan menyamai populernya kampus besar di Sulawesi Selatan, karena para mahasiswanya tidak berpikir anarkis tapi berpikir dan mengembangkan ide untuk terus bangkit dan mencerahkan. Kampus kecil itu akan dipandang oleh orang banyak karena mengeluarkan sarjana yang siap berbakti, menyumbangkan ide dan kerjanya kepada masyarakat. Kampus itu akan menjadi contoh bagi kampus lain di Indonesia dan akan menjadi kiblat kampus lain di seluruh dunia. Kampus yang kumaksud adalah STIS Al Azhar
Ini bukan khayalan yang tak mungkin direalisasikan, apa yang mustahil disisi Allah? Tidak ada! Yang penting sekarang kita berusaha untuk bangkit walau harus merangkak. Dan tentunya ini menjadi PR buat mahasiswa/wi Al Azhar dan para dosennya. Bagaimana untuk mewujudkan cita-cita besar tersebut.
Kerjasama yang baik itulah kunci utamanya. Saatnya membuang ego dan kepentingan pribadi, bergandengan tangan untuk meraih sebuah cita dan mimpi besar. Anggaplah kita bermimpi karena suatu bangsa bisa besar karena mimpinya.
Dan kita bukan tipe pemimpi yang hanya bisa bermimpi, kita tipe pemimpi yang terus bergerak untuk meraih mimpi tersebut. Tentunya tetap dalam koridor syariah.
0 komentar:
Posting Komentar