1.23.2009

Senandung Kepedihan II

Alan. Perjalan ke kampus

Debu dan asap knalpot beterbangan memenuhi ruang jalan. Saya tak tahan dengan keadaan kota seperti ini. jalan yang beraspal menyemburkan hawa panasnya begitupula matahari yang dengan bebas membakar kulit. Pokoknya serba menggerahkan. Debu yang mulai menyatu dengan keringat ditubuh membuat perasaan gerah itu semakin menjadi. Ingin rasanya cepat sampai di kampus dan berteduh di bawah pohon, atau meneguk air es. Hem pasti rasanya sangat nikmat.

Atap merah kampusku sudah terlihat dari kejauhan, sedikit lega rasanya. Tapi tiba-tiba saja sebuah truk pengangkut barang hampir saja menyambarku. Aku hampir saja tergelincir ke selokan. Dan orang yang kubonceng pun berteriak histeris.

“ Lan! Hati-hati dong!” Teriaknya menambah kekagetanku, aku baru menyadari bahwa aku membonceng seseorang.

“ Oh Maap Za!” Jawabku ambil mengurut dada menghilangkan kekagetanku, aku bisa merasakan wajahku yang pucat.

“ Aku turun disini saja deh! Kamu itu pikir apa sih? Sampai-sampai bawa motor saja ga becus.” Wajah Reza menampakkan kejengkelan yang sangat. Aku bisa paham apa yang dia rasakan sekarang ini. masalah yang bertumpuk karena minggat dari rumah dan orang tuanya tidak mencarinya.

“ Yah terserah kamu!” Aku yang juga merasa jengkel membalasnya lebih lantang lagi. Reza menatapku dengan tatapan yang mengandung pertanyaan.” Emang Cuma kamu yang bisa marah! Saya capek jadi pelampiasan amarah kamu terus.” Lanjutku. Wajar saja kalau saya marah sama Reza. Karena kenekatannya dia telah membuat aku dijauhi teman-teman.

“ Terserah!” Umpatnya sambil meninggalkanku, kutatap sosok yang melangkah dengan gemulai. Dia tambah menjauh. Mungkin aku keterlaluan, tapi aku sudah bosan dengan semua ini. Apalagi harus menemaninya tiap waktu melewati malam-malamnya, membuat harga diriku sebagai lelaki tercabik-cabik. Benarkah seperti itu yang kurasakan? Ah munafik! Apakah ini karena emosi yang tak tertahan?

>>>>>

Hadi. Mesjid kampus

Sejuk sekali rasanya setelah tilawah. Rasa kegersangan hati segera hilang dan meninggalkan jejak damai. Sungguh! Tilawah adalah rekreasi yang paling indah, tak ada yang menandinginya. Serasa tergambar telaga al-kautsar di depan mata, dengan untaian kemewahan dan keindahannya yang sangat menyejukkan. Teringat sebuah kisah yang sering aku dengar waktu kecil dulu. Pernah ada seorang sahabat yang minta izin kepada Rasulullah untuk bertamasya bersama keluarganya, tapi keinginannya itu dijawab Rasulullah dengan mangatakan bahwa Alqur’an adalah rekreasi bagi orang yang beriman. Ini bukan sebuah mimpi dan omong kosong belaka, Aku mengalaminya sendiri. Betapa damainya tilawah itu.

Aku mengintip langit dari jendela mesjid dan ternyata siang masih sangat menyengat. Aku tak dapat membayangkan kalau harus berjalan dari mesjid ke jalan raya untuk menunggu pete-pete. Bukan karena cengeng. Toh aku sering berjalan di siang bolong sambil meneriakkan kata al haq ketika demonstrasi. Tapi tidak untuk sekarang! Kondisi fisikku sangat tidak mendukung. Kekuatanku serasa ludes dalam pencarian orang minggat itu. Yah selama tiga hari tiga malam jatah tidurku berkurang bahkan boleh dibilang tidak tidur karena mencari orang nekat itu. Walaupun dia tidak tahu kalau aku mencarinya dan dia tidak tahu kalau papanya terbaring sakit. Huff! Kuhembuskan nafas sambil membaringkan tubuh di lantai mesjid, pandanganku menerawang jauh. Rasa iba menyelimuti ketika mengingat Reza. Kemana dia sekarang? Kenapa dia harus melakukan hal yang bodoh seperti ini. Tidakkah dia sadar bahwa seorang laki-laki yang menyerupai perempuan itu akan dilaknat oleh Allah dan Rasulnya? Ah sungguh menyedihkan harus melihat mantan aktivis itu berpakaian ala perempuan. Dengan rencong tebal menghiasi bibirnya! Suara lantangnya saat demonstrasi dulu tenggelam berganti dengan suara banci kaleng! Parau, serak dan menakutkan. Wajah yang pernah berseri dengan wajah ramah kini tak terlihat lagi, senyum yang tersunjing dari bibir yang tiap hari melafazkan lantunan ayat suci kini tidak sedamai dulu lagi. Sekarang semua menjadi hambar dan menjijikkan.

Reza mantan aktivis? Dia dulu adalah aktivis kampus yang sangat aktif menyuarakan kebenaran. Tapi entah apa yang membuat dia berubah drastis. Tak ada angin dan tak ada mendung, tiba-tiba saja hujan datang dan menyebabkan banjir. Yah seorang mantan ustad lebih parah dari seorang mantan preman. Bukan begitu? Rasa lelah yang mendera semua persendianku lah yang lambat laun membuat mataku tertidur. Tidur adalah nikmat yang sangat besar dari Allah. Saatnya bermimpi dan melepas lelah. Fabiayyi aalaai Rabbikuma tukazzibaan.

>>>>

Azkiah. Di Pusat Perbelanjaan

Subhanallah. Adem rasanya masuk mall ini setelah tadi keerahan di pete-pete. Hawa AC membuat kegerahan itu hilang. Sejuk banget…..! sebenarnya aku tidak terlalu suka jalan ke mall, karena aku tidak suka keramaian. Tapi karena ada sesuatu yang sangat penting dan hanya bisa didapat disini, maka terpaksa deh! Aku mau membeli hadiah ulang tahun buat seorang teman. Yah hadiahnya sangat sederhana, hanya sebuah buku. Itupun buku lama, temanku itu pernah cerita kalau dia sangat suka buku tersebut, maka aku tunggu moment yang tepat untuk memberikannya sebagai hadiah. Semoga ini salah satu penghias persahabatan kami.

Buku yang kumaksud adalah laa tahzan karya Aidh Al qarni. Aku sih belum pernah membaca bukunya, tapi kata teman-teman bukunya sangat bagus dan begitu menggungah.Terbayang wajah lugu Dewi saat menerima buku ini sebagai hadiah dariku. Hem..pasti ini akan jadi surprise. Pikirku saat itu.

Dewi adalah temanku di organisasi kepenulisan. Orangnya cantik dan sangat ramah. Dia dari keluarga yang kurang mampu, pekerjaan orang tuanya hanya sebagai tukang masak di sebuag panti asuhan, sedang ayahnya berjualan sayur keliling. Tapi Dewi mempunyai banyak teman karena dia sangat ramah pada semua orang. Sedang aku? Waduh….! Tahu ga? Banyak cowok yang bilang aku itu kayak monster, galak dan cuek! Apalagi kalau memperlihatkan wajah jengkelku di depan mereka. Habis mereka menjengkelkan banget sih. Tapi sebenarnya aku tidak seperti yang mereka pikirkan, aku ramah pada semua orang kok, tapi tidak untuk cowok yang bukan muhrimku. Aku tidak ambil pusing. pokoknya tidak! Pernah ada seorang teman yang nyeletuk bahwa aku ini akhwat yang sangat ekstrem, sempat kaget juga sih mendengarnya tapi toh aku tidak terlalu memikirkannya. Inikan diriku! Bukan dirimu!

Bruk! Aku kaget, mungkin karena terlalu banyak menghayal, aku sampai menabrak orang yang berdiri di depanku. Aduh..gimana nih? Dan lebih kaget lagi, aku kenal orang itu. Dia tetap dalam ekspresi dinginnya, tanpa kata, hanya pandangan kosong. Hu! Dasar banci kaleng! Reza tampilan kamu kayak banci di TV saja, ingin aku menertawainya tapi aku menjaga imej,apalagi ini di tempat keramaian. owwwww

Kenapa sih harus dia! Dia yang begitu menjengkelkan. Ngapain juga dia ada di Gramedia ini? mau beli buku apa? Tips jadi banci beneran? Hahahaha. Astagfirullah aku terlalu membencinya sehingga tidak ada lagi pikiran positif buatnya! Negatif all.

“ Maaf yah!” kataku, dia tak menjawab, “ Yah sudah.” Aku menghela nafas dan beranjak. Aku menyiratkan wajah tidak senang melihatnya. Sempat kumelirik ke arahnya, dia masih diam dengan tatapan kosong. Aneh!

>>>>>

Dewi, di Rumahnya

Hari ini aku sangat senang karena ini adalah hari ulang tahunku. Dan tau ga? Hari ulang tahunku bertepatan dengan akhir tahun. 31 desember! Seneng deh rasanya mendapat ucapan selamat ulang tahun dari teman-teman. Cara mereka pun berbeda-beda. Ada yang sadis pake melempari aku telor busuk, ada yang traktir, memberikan kado, adapula yang pula Cuma lewat sms. Apapun itu aku sudah sangat bersyukur, setidaknya hari ini aku banyak diperhatikan banyak orang.

Hari ini ada kado yang sangat special buatku, kado dari seorang teman. Kado yang sudah lama kuimpikan, yaitu buku Laa Tahzan. Yah semua ucapan dan kado yang kudapat hari ini adalah dari teman-temanku, bukan dari orang tuaku. Ibu mana tahu sebuah ulang tahun. Dari kecil ibu tidak pernah merayakan ulang tahunku. Jangankan merayakan, memberi ucapan selamat ulang tahun saja tidak pernah keluar dari mulutnya. Ayah juga begitu, yang dia tahu hanya bagaimana kebutuhan sehari-hari keluarga bisa tercukupi. Aku sempat negatif thingking sama mereka, jangan-jangan mereka tidak tahu tanggal kalahiranku. Tapi sudahlah. Cukuplah kasih sayang ibu dan ayah. Mereka tidak pernah mengeluh tentang masalah pendidikanku. Sampai aku kuliah seperti ini semua karena kerja keras mereka.

Kemarin aku sangat terharu karena ibu memelukku erat. Pasalnya saya membelikan mukena untuknya sebagai hadiah pada hari ibu. Mukena ibu yang lama sudah dekil dan sedikit sobek, aku kasihan melihat ibu memakai mukena yang ditambal. Tak ada kata yang keluar dari mulutnya. Hanya isakan yang menggambarkan kebahagiaannya. Sungguh!

Disaat aku masih merenung tiba-tiba Azkiah menghampiriku. Di tersenyum lebar sambil memperlihatkan bingkisan yang dia bawa. Sebuah kado warna biru.

“ Met ulang tahun Wi! Semoga umurmu berberkah.” Katanya berbisik di telingaku.

“ Makasih Azkiah.”

“ Ini kado buat kamu, buka sekarang yah!” Dewi menyerahkan kado itu padaku

“ Makasih yah. Aku buka sekarang?” tanyaku, Dewi mengangguk sambil tersenyum manis. Dan kudapati buku laa tahzan di dalamnya. Aku sangat gembira, ini akan kujaga baik-baik. Ternyata teman-temanku sangat perhatian padaku.

Tapi Azkiah langsung terdiam saat melihat tumpukan kado di meja belajarku. Mungkin dia melihat buku yang sama seperti yang dia berikan padaku.

“ Ow..kamu sudah punya buku itu yah?” Tanyanya

“ Iya Azki, itu dari seorang teman.tapi punya kamu tak kalah bagusnya kok.”

“ Hem..iya. boleh tahu dari siapa?”

“ Em…dari temanku, namanya Reza.”

“ Reza?”

“ Yah. Kamu kenal?”

“ Oeoemm…tidak, tapi kayaknya pernah dengar namanya.” Jawabnya kikuk. Kayak ya ada sesuatu yang dia sembunyikan dariku. Entah apa itu.

>>>>>



0 komentar:

Posting Komentar

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template